Menjaga. Menjaga seperti seorang polisi dengan senjata. Menjaga dari halangan musuh ataupun para penganggu. Tapi itu yang hanya tampak. Bisa saja siapapun bisa menjaga. Tapi bagaimana menjaga sesuatu yang tak tampak. Seperti menjaga hati.
Kali ini saya ingin bercerita tentang sebuah penjagaan yang sulit dan penuh onak liku dan berduri. Terutama dirisaukan oleh para muda muda belia yang hatinya sedang subur bak disirami air dan dipupuk humus yang membuat gembur taman bunga cinta.
Hari ini saya mendapatkan sebuah perspektif sebuah penjagaan dan solusi atas sebuah penjagaan yang ketat akan sebuah rahasia yang tersimpan di hati.
Siapapun kamu, tentu pernah terselinap rasa pada siapa yang kamu inginkan menemanimu dimasa depan bukan ?
Tapi sayang, banyak diantara kita yang lalai. Termasuk saya juga. Tapi kali ini saya tak ingin menjadi kalah oleh waktu, kalah oleh musuh-musuh. Musuh yang bernama syaitan, ibarat sebuah rumah berpagar tinggi dikelilingi oleh penjagaan yang ketat tak mampu dirayu oleh sengatan apapun. Bagaimana konsep menjaga. Menjaga ketika berbicara tentang hati kah ? Atau menjaga yang bagaimana ?
Saya pernah melakukan kesalahan untuk memahami konsep menjaga. Bahwasanya dan sesungguhnya konsep menjaga yang benar adalah diam. Diam seribu bahasa. Layaknya diamnya hati sang ali dan sang fatimah akan sebuah rasa yang hanya Allah yang tahu. Diam ketika diri merasa tak ingin melangkahi keputusannya untuk sebuah momentum bahagia.
Banyak dari kita yang kesulitan untuk diam. Lelah, tak sabar, buru-buru padahal diri ini tahu belum saatnya dan belum waktunya. Diam adalah keputusan paling bijak menghadapi sebuah penjagaan ketat sebuah rasa yang belum pasti muaranya. Belum tampak tanda tanda dan kejelasannya.
Diantara kita ada yang melangkahi waktu, terpedaya oleh rayu-rayu dan oleh kata tunggu. Padahal kata tunggu adalah sebuah alasan riskan yang menjerumuskan pada sebuah hal buruk yang mengorbankan sebuah perasaan. Bila memang siap dan memang tak ada alasan lagi untuk menundanya, bersegeralah. Jangan sampai kata tunggu menjadi alasan para syaitan mengoda hati-hati yang ada. Karena hati manusia itu mudah sekali dibolak-balikan. Seindah apapun, sesuka dan cinta apapun dengan mudahnya bisa menjadi sebuah kebencian mendalam dan begitu pula sebaliknya.
Allah pernah berfirman, bila belum siap maka berpuasalah. Sebuah makna kompleksitas mengenai hal demikian. Memang ada masanya lelah bersabar, ada masanya risau menunggu, ada masanya penantian menjadi sulit. Tapi bersabar adalah sebuah pilihan terbaik dari sampai pada kapasitas dan tanpa alasan hingga sampai pada waktunya. Percayalah Allah maha mengetahui kesiapan kita, Allah Maha Perencana Yang Baik. Tak usah kita mengada-ngadakan sebuah alasan.
Menunggu, Menjaga, Diam dan bersabar. Insya Allah akan Allah balas sebuah keindahan yang luarbiasa di masa yang akan datang. :D
Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan keatas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia.Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya (Imam Syafii).
----------------------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca