Jalan Memaafkan Diri Sendiri
Sebelumnya saya ada menulis mengenai memaafkan dalam feed Instagram. Sebuah cuplikan yang saya akan sharingkan disini. Sebenarnya tema memaafkan menjadi sebuah renungan saya belakangan ini. Banyak pertemuan dengan orang orang yang lebih tua usianya dan tentunya pasti lebih bijaksana menurut saya, sedikit banyak telah memberikan banyak insight baru dan juga usaha mengubah diri menjadi lebih baik. Gak jarang beberapa diantaranya membuat mata terhura, mengalirkan air mata. Waahh ini ada apa ini.
Sebelumnya juga berbincang dengan sahabat sendiri juga anehnya si sahabat yang curhat, sayanya yang meleleh. Seperti itu ketidaktahuan saya pada diri sendiri bahwa ada yang belum terselesaikan. Padahal mungkin saya happy – happy aja, seneng aja. Ga ada sesuatu hal yang begitu dikhawatirkan. Ternyata hati sendiri yang sensitive menyadarinya ketika tersentuh percakapan emosional.
Sampe dinasehatin “ Mel yang menilai diri kamu itu orang lain loh, don’t say kamu baik – baik aja kalo disentil ngobrol jadi gini” Saya langsung ketawa trus air mata ngalir sendiri haha.
Yaps setelah diselidiki adalah ada banyak hal yang belum termaafkan terhadap diri sendiri. Banyak mungkin masalah kita kan ya dengan orang lain. Ga semua juga kita bisa match dengan berbagai jenis karakter. Suka berantem, cekcok, kemudian merasa ilfeel pasti pernah tentunya. Ada juga dari kita yang merelakan, ada juga yang bisa jadi mendendam hingga sulit melupakan. Kalau masalah memaafkan kepada oranglain, banyak petuah menurut saya dan banyak juga alasan supaya ga larut – larut dengan ini. Walau sebagian besar juga ada terlarut dengan masalah “kesalahan” itu milik orang lain, hingga mendendam. Intinya jadilah orang yang berbesar hati.
Nah ada juga tipikal orang yang ketika ada sebuah peristiwa yang kurang baik, sebagian besar dilimpahkan perasaan bersalahnya pada diri sendiri. Kemudian ini yang menjadi bumerang dan penyakit mental berkepanjangan yang sering saya baca dan saksikan sendiri. Termasuk saya juga merasa sedikit banyaknya juga mengalami walau baru menyadarinya.
Perasaan bersalah ini ga boleh dibiarkan menumpuk, karena kadang kalo udah datang perasaan kayak gini. Otak kita kadang otomatis mengabsen semua pandangan buruk kita terhadap diri kita sendiri, merangkainya menjadi asumsi, dan kemudian pembenaran serta penghakiman bahwa diri kita yang bersalah. Kalau situasinya mungkin kayak sidang terdakwa deh, yang duduk di kursi dakwa diri kita dan hakim serta saksi juga diri kita. Geli gak sih ? Kalau dibayangin aja stress kan ya. Nah, ini penyakit yang musti dihilangkan.
Tulisan ini sebenarnya rangkaian dari healing juga terhadap yang belum selesai perkara memaafkan diri, juga catatan saya berdiskusi dan nasehat yang diberikan kepada saya. Pesannya mungkin mudah sekali kita tangkap, bahkan mungkin pernah tertulis disini. Tapi ketika kita mengalaminya bisa saja buyar kan ya..
Jujur saya pernah merasa sangat terpuruk ketika Ayah saya pergi, di saat ayah saya terbaring koma. Saya menyalahkan diri saya berkali kali. Menghujam makian pada diri sendiri, mengapa mengapa dan kenapa kenapa. Semua pertanyaan itu ada dikepala. Saya merasa dikepung syaitan kala itu. Tapi bersyukur selalu ada yang mengingatkan untuk selalu bertasbih dan doa, hingga setiap malam tak lepas bertahajud bukan menghakimi kejadian melainkan berdoa agar diberikan jalan terbaik walau itu pahit. Saya membayangkan situasi kala itu begitu drop, dan saat ini pun menuliskan ini masih sering berkaca – kaca.
Kita tentunya pernah merasa gagal, merasa hancur, merasa tak berguna. Ketika peristiwa yang tak berpihak pada diri kita. Ketika pertentangan kian banyak. Siapa lagi yang seharusnya bisa menghadapinya kalau bukan kita.
Saya ingat pesan singkat seseorang yang sudah saya anggap orangtua saya juga, “Jangan menjadikan semua peristiwa buruk yang terjadi di hidup kamu mel adalah kesalahan kamu, itu Allah yang sudah menggariskannya .. Allah sudah mensuratinya, kalau kamu putus asa dan takut untuk menghadapi jalan yang itu kembali untuk mengambil keputusan, berarti kamu ingkar pada janjiNya Allah”
Jleb! Seketika air mata banjir gitu aja. Sesimpel ini, ga terselesaikan. Jujur saja, saya menyadari bahwa saya dalam keadaan mental “trauma” dan tanpa sadar melakukan banyak kesalahan ketika merespon sesuatu yang baik. Saya sulit mendapatkan deep connection kepada orang orang baru, saya walaupun terlihat terbuka. Pada kenyataannya sangat dark dan tertutup. Itu yang dikatakan temen sharing kala itu. Saya panik ketika orang ingin masuk lebih dalam mengenal, saya merendahkan diri serendah – rendahnya pada pikiran saya ketika ada yang mendekat dan berteman lebih dalam, mengumamkan kata – kata ga baik itu ke pikiran.
Jadi solusinya sesederhana ;
1. memaafkan diri,2. menjadikan apa yang ada di masa lalu menjadi pelajaran,3. menjadikan apa yang terjadi sudah keputusan dan ketentuanNya, walau terkadang tidak sesuai dengan harapan4. senantiasa berpikir positif5. mengikhlaskan dan bersyukur6. balik dekat ke Allah lebih dalam.
Nah, yuk kita jadikan pelajaran bahwa memaafkan diri sendiri adalah langkah kita yang terbaik untuk memulai segala impian - impian kita di masa depan. Sesuatu yang dimulai dengan optimis, semangat, dan juga pelajaran berharga dari kejadian sebelumnya.
4 comments
Akupun pernah mengalami fase yg begini. Melakukan kesalahan, menyesal, menghakimi diri sendiri. Tapi akhirnya aku sadar bahwa aku harus ikhlas. Toh manusia memang tempatnya salah dan dosa, dan jikapun berdosa tidak apa2. Jika bisa memaafkan diri sendiri dan bertobat Allah akan menerima dgn bahagia - layaknya seorang tersesat yg menemukan unta di tengah gurun sahara :)
BalasHapusHuaah kayaknya fase gini hampir semua orang pernah ngalamin. Yaa.. semoga dengan ketemu tulisan gini bisa jadi healing masing - masing buat saling ngingetin ya mbak :)
Hapusbilang ma temannya jgn sedih
BalasHapusnantik ku sampaikan ya mut :)
HapusWhat's your opinion about this article ?